Assalamu'alaikum Wr Wb

Kreasi Pawonku By Nimikri Bakery

Senin, 31 Januari 2011

Cokelat Dibubuhi Miras

Artikel menarik bagi para penggemar coklat, kuambil dari halalguide, semoga bermanfaat


625px-chocolate02Dalam cokelat yang dibungkus kemasan cantik itu ternyata ditambahkan brandy, rhum atau beberapa jenis minuman keras lainnya sebagai penyedap.

Hampir semua orang menyukai makanan yang berwarna coklat itu. Biasanya ia dicampur dengan bahan-bahan lain, seperti susu, kacang mete, almond dan hazelnut, sehingga semakin lezat dan menggiurkan. Selama ini apa yang ada dalam benak kita adalah bahwa produk tersebut berasal dari biji cokelat (tanaman), sehingga otomatis halal. Siapa sangka kalau ternyata ada juga yang ditambahkan minuman keras.
Kasus ini dijumpai ketika melakukan survei dan penelitian terhadap produk-produk makanan yang beredar di masyarakat. Di salah satu toko di bilangan Hayam Wuruk, Jakarta, terdapat berbagai makanan yang dijual secara bebas. Pada counter cokelat dan permen, terdapat berbagai jenis panganan dengan bungkus beraneka warna dan semuanya terlihat menarik.
Ada beberapa jenis cokelat yang diimpor dari negara-negara Eropa yang dari ingredientnya terdapat berbagai jenis minuman keras. Misalnya untuk cokelat Irish Lickorize yang diproduksi dari Irlandia, terdapat brandy di dalamnya. Demikian juga dengan cokelat yang lain yang mengandung rhum dan vodka.
Khamer
Tidak jelas benar, apa fungsi minuman keras tersebut di dalam cokelat. Diduga bahan itu digunakan sebagai penghasil aroma dan rasa yang khas yang banyak disukai konsumen. Sebab beberapa jenis minuman keras itu konon memiliki rasa dan aroma yang khas. Juga tidak ada keterangan, apakah minuman itu ditambahkan sebagai pelarut ataukah dicampurkan bersama dengan bahan-bahan yang lainnya.
Minuman keras dengan kadar alkohol yang cukup tinggi seperti vodka (sekitar 25%) rhum (sekitar 20%) dan brandy (sekitar 20%) itu masuk dalam kategori khamer (minuman yang memabukkan). Hukum Islam mengenai produk tersebut kiranya sudah cukup jelas, bahwa ia adalah haram dan tidak boleh dipergunakan, baik untuk diminum, maupun untuk keperluan lainnya. Bahkan ia tetap haram meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit (yang banyaknya haram, maka sedikitnya juga haram).
Memang penggunaan khamer pada produk cokelat ini kemungkinan tidak akan terlalu banyak. Bahkan selama proses, bisa saja alkohol dari minuman keras itu sudah mengalami penguapan. Namun mengingat status khamer tadi, maka penggunaan sekecil apapun, hal itu sudah cukup untuk menyebabkan makanan yang ditambahi khamer itu menjadi haram.
Di beberapa negara, khamer sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Masyarakat tidak bisa dipisahkan oleh keberadaan khamer tersebut. Oleh karena itu berbagai masakan dan makanan olahan banyak yang ditambahkan minuman yang memabukkan itu. Hal ini dapat dilihat pada masakan-masakan yang menggunakan arak putih, arak merah atau minuman keras lainnya.
Masalah selera memang sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan dan pola konsumsi suatu masyarakat. Rasa dan aroma yang dikenal sejak kecil, itulah yang akan dirasakannya sebagai makanan yang mengundang selera. Misalnya bagi masyarakat yang sudah mengenal terasi sejak kecil, maka akan menganggapnya sebagai makanan yang lezat. Mereka akan menganggap hambar makanan yang tidak menggunakan terasi. Demikian juga jika dari kecil sudah sangat terbiasa dengan minuman keras, maka itulah yang dianggap sebagai makanan yang enak.
Sebagai sebuah kebiasaan dan budaya, tentunya boleh-boleh saja. Tetapi kalau sudah menyangkut masalah halal dan haram, tentunya menjadi lain lagi persoalannya. Boleh saja bangsa lain memperkenalkan rasa makanan dan minumannya kepada kita, tetapi umat Islam memiliki aturan yang jelas mengenai makanan halal dan haram. Oleh karena itu produk cokelat yang mengandung minuman keras ini perlu kita tolak dan hindari.
Sumber: Jurnal Halal

Minggu, 30 Januari 2011

Pengganti Alkohol dalam Masakan

Artikel kusalin dari halalguide

Pada jenis-jenis masakan tertentu sering digunakan alkohol seperti arak, ang ciu, wine, mirin dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah pada masakan cina, jepang, juga pada pembuatan kue tart. Bahkan pada masakan lokal seperti nasi goreng sering ditambahkan arak. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengganti khamr atau minuman memabukkan tersebut dalam masakan. Pengganti ini tentu saja tidak sama persis seperti menggunakan khamr, namun hanya menimbulkan rasa atau aroma yang mirip.
  • Ang Ciu
  • Alternatifnya adalah campuran kecap asin dan perasan jeruk limau
  • Mirin
  • Alternatifnya adalah jus anggur yang dicampur dengan perasan air jeruk lemon.
  • Red Wine
  • Alternatifnya adalah jus anggur, jus cranberry dan jus tomat.
  • Bourbon
  • Alternatifnya adalah ekstrak vanilla, jus cranberry atau jus anggur.
  • Brandy
  • Alternatifnya adalah sirup buah cerry atau selai cerry.
  • Muscat
  • Alternatifnya adalah jus anggur yang ditambah dengan air dan gula putih.
  • Vodka
  • Alternatifnya adalah sari buah apel atau jus anggur dicampur dengan perasan jeruk nipis.
  • White brandy
  • Alternatifnya adalah anggur, sari buah apel, kaldu sayuran maupun air biasa.
  • Apple Brandy
  • Alternatifnya adalah jus apel tanpa pemanis

Tentang Gelatin

Artikel kuambil lagi dari halalguide, tentang kehalalan gelatin, karena di dunia kuliner terutama bakery cs, gelatin sering menjadi bahan tambahan makanan.. Semoga bermanfaat..

Di Indonesia, gelatin masih merupakan barang impor, negera pengimpor utama adalah Eropa dan Amerika. Menurut data BPS 1997, secara umum terjadi pemanfaatan dalam industri pangan dan farmasi. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul. Dalam industri pangan, gelatin pun sekarang marak digunakan.
Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Gelatin merupakan protien yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (hanya (kulit) dan ikan (kulit). Karena gelatin merupakan produk alami, maka diklasifikasikan sebagai bahan bangan bukan bahan tambahan pangan.

Menurut data dari SKW Biosystem suatu perusahaan gelatin multinasional bahwa produk gelatin dunia pada tahun 1999 sebanyak 254.000 ton terdiri dari sumber kulit jangat sapi sebanyak 28.7 %, kulit babi sebanyak 41.4% serta kontribusi tulang sapi sebesar 29.8 %, dan sisanya dari ikan.
Gelatin komersial yang ada di pasaran dikategorikan sebagai gelatin tipe A dan tipe B. pengelompokan ini berdasarkan jenis prosesnya, yaitu proses perendaman asam dan basa. Proses perendaman asam menghasilkan gelatin tipe A dan perendaman basa menghasilkan gelatin tipe B. gelatin tipe A umumnya berasal dari kulit babi yang memiliki titik isoelektrik (titik pengendapan protein) pada PH yang lebih tinggi (7.5 – 9.0) dari PH isoelektrik gelatin tipe b (4.8 – 5.0). Sedangkan gelatin tipe B biasanya bersumber dari kulit jangat sapi dan tulang sapi. Sedangkan gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. dalam perkembangannya, proses pembuatan gelatin yang berasal dari tulang dapat dilakukan juga dengan menggunakan cara asam yang lebih sederhana yang akhirnya juga menggeser PH isoelektrik pada sekitar 5.5 – 6.0.
Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan dengan proses basa. Hal ini karena peresndaman yang dilakukan dalam proses asa relatif lebih singkat yaitu (3-4 minggu) dibanding dengan proses basa (sekitar 3 bulan).
Setelah mengalami perendaman bahan dinetralkan untuk kemudian diekstraksi dan dipekatkan (evaporasi). Bahan yang telah mengalami pemekatan dikeringkan untuk kemudian mengalami proses penggilingan tau penghancuran menjadi partikel yang lebih kecil atau sesuai dengan standar tertentu.

PEMANFAATAN GELATIN
Dari daata SKW biosystem, penggunaan gelatin dalam industri non pangan sejumlah 100.000 metrics ton digunakan pada industri pembuatan film foto sebanyak 27.000 ton, untuk kapsul lunak sebanyak 22.600 ton, untuk produksi cangakang capsul (hadr capsul) sebanyak 20.200 ton serta dalam dunia farmasi dan teknis sebanyak 12.000 ton dan 6.000 ton.
Penggunaan gelatin dalam industri pangan masih menurut sumber di atas adalah sebesar 154.000 metrics ton, dimana penggunaan terbesar adalah industri konfeksioneri yaitu sebesar 68.000 ton selanjutnya untuk produk jelli sebanyak 36.000 ton. Untuk industri daging dan susu memiliki jumlah penggunaan gelatin yang sama yaitu sebesar 16.000 tom dan untuk kelompok produk low fat (semisal margarin) dan makanan fungsional (food supplement) memeliki kontribusi penggunaan gelatin yang sama yaitu sebesar 4.000 ton.
Aplikasi sejumlah gelatin (254.000 metrics ton, 1999) pada industri pangan (60%) dan non pangan (40%), dikontribusikan oleh gelain yang bersumber dari babi sebanyak 40% dan sapi (termasuk tulang dan kulit) sebesar 60%. Pada industri pangan jumlah penggunaan gelatin yang disumbangkan oleh babi sebesar 27% dan dari sapi sebesar 33%. Sedangkan untuk industri farmasi yang menggunakan gelatin yang berasal dari babi sebesar 7% dan yang berasl dari sapi sebesar 12%.
Jika ditinjau dari selisish persentase kontribusi gealtin sapi dan babi dalam industri pangan maupun farmasi persentase tersebut bukan merupakan selisih yang cukup besar dibandingkan dengan presentase konsumen muslim yang hanya boleh menggunakan gelatin yang bersumber dari sapi.

GELATIN DAN ALTERNATIFNYA
Gelatin disebut miracle food. Hal ini disebabkan karena gelatin memiliki fungsi yang masih sulit digantikan dalam industri pangan maupun obat-obatan. Salah satu keunggulan yang paling terkenal adalah bisa memiliki sifat melting in the mouth. Ini sifat yang paling disukai oleh hampir semua pengusaha industri pangan.
Namun demikian, tidak berarti gelatin sama sekali tidak bisa digantikan dalam industri pangan maupun farmasi. Penggunaan hidrokoloid yang bersumber dari tanaman sudah banyak dikembangkan dalam rangka menggantikan peran gelatin. Sungguhpun sejauh ini hasilnya tidak sesempurna gelatin, tapi sudah cukup memadai. Misalnya ada sebuah perusahaan permen chewy yang dulunya menggunakan gelatin, sekarang telah mendapat sertifikat Halal MUI setelah menggantikan gelatin dengan beberapa sumber hidrokoloid. Jadi, walaupun hasil akhirnya tidak mirip, peran gelatin dapat digantikan dengan mengkombinasikan beberapa sumber hidrokoloid. Dan penggunaannya bersifat aman dalam konteks kehalalan karena bersumber dari tanaman. Selain itu alternatif lain yang saat ini masih terus dikembangkan adalah gelatin yang bersumber dari ikan.

Sumber : Jurnal Halal LP POM MUI

Black Forest Ala Kreasi Pawonku



Brownies panggang

Brownies klasik



Brownies buah tin

Brownies buah tin



Brownies Almond

Brownies pisang tabur keju
Brownies pisang tabur keju





Makaroni Schotel

Makaroni panggang jagung

Makaroni panggang jagung




Rabu, 26 Januari 2011

Di Balik Empuknya Roti

Artikel menarik nih.. kuambil dari halalguide juga, sangat penting bagi kita yang hobby masak roti cs.. Harus cermant dalam memilih bahan, agar masakan kita halaln toyyiban gitu.. biar semakin disayang 4JJI..



rotiRoti kini sudah menjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di kalangan remaja dan anak-anak, posisi makanan itu telah mulai menggeser nasi sebagai sumber karbohidrat utama. Tetapi sejauh ini tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahan dan proses pembuatan roti, sedemikian juga tidak banyak yang tahu titik kritis keharamannya.

Jenis roti yang beredar saat ini sangat beragam. Secara umum roti biasanya dibedakan menjadi roti tawar dan roti manis atau roti isi. Roti tawar adalah roti yang tidak ditambahkan rasa atau isi apapun, sehingga rasanya tawar. Biasanya konsumen menambahkan sendiri isinya sesuai dengan keinginan dan selera masing-masing. Bisa diolesi margarin, ditaburi cokelat mesis, diisi keju, diolesi selai buah, diisi telur, daging, atau kombinasi dari berbagai bahan tersebut.
Sedangkan roti isi, sudah ditambahkan rasa atau isi tertentu ke dalam adonan roti tersebut, sehingga konsumen tinggal menyantapnya. Isi yang biasa dimasukkan ke dalam roti ini adalah cokelat, berbagai selai buah, keju, daging, sosis, kacang, sarikaya dan sebagainya.
Bahan baku utama yang digunakan untuk membuat roti adalah tepung terigu. Namun demikian tidak semua terigu bisa dipakai. Jenis terigu yang biasa dipakai untuk pembuatan roti adalah terigu dengan kandungan gluten atau protein gandum yang tinggi. Gluten ini berguna untuk mengembangkan adonan roti, sehingga roti menjadi empuk.
Agar adonan roti bisa mengembang, maka ditambahkan gula, ragi roti dan soda kue. Ragi roti merupakan sejenis kapang (yeast) yang hidup dengan menggunakan gula yang ditambahkan di dalam adonan sebagai nutrisi dan menghasilkan gas. Gas inilah yang membuat adonan roti mengembang dan terbentuk rongga-rongga. Fungsi yang sama juga diberikan oleh soda kue. Namun gas dan rongga yang dihasilkan oleh soda kue ini lebih besar dan kasar, sehingga roti yang dihasilkan juga lebih kasar. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang baik biasanya dikombinasikan antara keduanya.
Untuk memproduksi roti yang lembut dan enak dikunyah, biasanya juga ditambahkan lemak, berupa mentega putih atau shortening dan bahan pelembut. Shortening adalah lemak yang berbentuk padat dan berwarna putih, bisa terbuat dari lemak hewani ataupun tumbuh-tumbuhan. Sedangkan bahan pelembut yang sering digunakan dalam pembuatan roti adalah berupa campuran dari mono dan di gliserida serta berbagai asam amino. Mono dan di gliserida merupakan turunan dari lemak yang telah dipotong rantai asam lemaknya, sehingga mampu mengikat air dan lemak. Sedangkan asam amino adalah turunan dari protein yang dipotong-potong menjadi senyawa yang lebih sederhana. Misalnya asam amino sistein yang berasal dari bulu binatang, rambut manusia atau hasil dari proses fermentasi. Asam amino tersebut di dalam adonan roti menghasilkan tekstuir yang lebih lembut, sehingga lebih mudah dikunyah dan lebih enak.
Titik Kritis
Dari berbagai bahan yang digunakan dalam pembuatan roti, baik dalam roti adonan roti maupun isinya, ada beberapa bahan yang perlu dicermati asal-usulnya. Pertama adalah sumber lemak atau shortening yang digunakan. Bahan tersebut berasal dari lemak atau minyak, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Lemak yang berasal dari hewan tentu saja mengundang kecurigaan, apakah dari hewan yang halal ataukah haram. Untuk industri roti di tanah air kemungkinan besar memang menggunakan shortening dari minyak sawit. Namun demikian, untuk roti-roti tertentu kadang-kadang juga menggunakan shortening hewani, karena bahan tersebut dapat menghasilkan roti dengan rasa yang lebih gurih dan lembut.
Lemak yang berasal dari hewan bisa berupa lemak sapi (tallow), lemak babi (lard) atau lemak susu (cream). Untuk lemak babi sudah cukup jelas statusnya. Sedangkan lemak sapi, meskipun hewannya halal, tetapi jika tidak disembelih menurut aturan Islam maka lemak sapi tersebut juga akan menjadi haram.
Bahan pengembang atau pelembut yang berupa turunan lemak atau asam amino juga perlu dikaji lebih lanjut, apakah bersumber dari bahan halal ataukah haram. Sebab pada kenyataannya bahan-bahan tersebut sampai saat ini masih diimpor dari negara lain. Kebanyakan dari negara-negara non muslim.
Bahan yang juga perlu dicermati dari segi kehalalan adalah isi yang ditambahkan ke dalam roti. Saat ini banyak roti ditawarkan dengan berbagai isi dan rasa yang menarik. Misalnya roti isi keju, isi daging, isi sosis dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut perlu diteliti, apakah halal ataukah tidak. Keju adalah salah satu bahan yang sering digunakan untuk isi roti. Meskipun berasal dari susu, namun proses pemisahan keju dan cairan susu (whey) menggunakan renet. Renet adalah sejenis enzim yang memecah protein, sehingga kejunya akan menggumpal dan terpisah dari cairannya. Rennet ini bisa berasal dari fermentasi (microbial rennet), lambung anak sapi atupun lambung babi.
Daging yang dipakai sebagai bahan pengisi juga harus dilihat kehalalannya. Jika daging tersebut berupa daging dari hewan halal, maka perlu dilihat juga proses penyembelihannya. Selain dalam bentuk daging giling, abon juga sering dipakai untuk bahan isian roti. Dalam bentuk abon ini kehalalan daging lebih sulit dideteksi. Sebab dalam proses pembuatannya protein daging tersebut sudah mengalami perubahan bentuk yang sulit dianalisa, apakah berasal dari daging halal atau haram. Pada kenyataannya banyak juga abon daging babi yang beredar di pasar. Oleh karena itu isi abon tersebut perlu juga dicermati dengan baik.
Akhirnya, boleh-boleh saja kita sarapan atau makan roti sebagai salah satu sumber gizi bagi keluarga. Akan tetapi kewaspadaan dan ketelitian dalam membeli produk tersebut perlu dijaga, agar tidak terjerumus kepada produk yang syubhat atau bahkan haram.
Sumber: Jurnal Halal Edisi 58.

Cermati Kandungan Terigu Impor

Artikel tentang terigu impor, bagi para penggemar kuliner (terutama cake & bakery atau sejenisnya), disadur juga dari halalguide

May 13th, 2009
tepungterigu2Belum banyak masyarakat yang tahu bahwa tepung terigu yang beredar di pasaran, terutama pasar tradisional tidak semuanya buatan lokal. Meski Indonesia merupakan negara pengekspor terigu terbesar di Asia Tenggara, kenyataannya juga menerima impor atau kiriman terigu dari negara lain seperti Cina. Malah, dari tahun ke tahun terigu impor yang masuk ke pasaran Indonesia semakin meningkat tajam.

Dilihat dari bahan baku utamanya, yakni gandum, jelas terigu adalah bahan makanan yang tidak bermasalah. Persoalan muncul ketika terigu ditambahkan dengan zat-zat tambahan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi kaum muslim, orang yang berpantangan memakan daging babi dan bagian tubuh manusia, atau pantang memakan hewan, seperti kaum vegetarian.
Rambut Manusia
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI) mengungkapkan terigu asal Cina ternyata mengandung L-sistein. Zat ini berfungsi sebagai improving agent yang dapat meningkatkan sifat-sifat tepung terigu yang diinginkan dalam pembuatan kue. Sistein dapat melembutkan protein utama gandum sehingga adonan kue atau roti menjadi lembut. Selain itu juga membuat adonan mengembang lebih besar. Menurut Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, Ketua LP POM MUI, L-sistein dalam terigu impor ini dibuat dari rambut manusia. “Sesuatu yang berasal dari manusia yang dicampurkan ke dalam makanan, haram hukumnya bagi umat Islam,” kata Aisjah yang juga Guru Besar Biokimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Masalah halal- haram tepung terigu tidak terletak pada L-sistein saja. Ada produk tepung terigu yang ditambah dengan vitamin dan mineral untuk meningkatkan nilai gizinya. Ada sejumlah vitamin yang hanya dapat larut dalam lemak dan mudah rusak dalam penyimpanan. Contohnya vitamin A. Agar mudah larut dalam pangan berair dan tak cepat rusak, vitamin A perlu disalut dengan bahan penstabil. Yang sering digunakan sebagai penstabil adalah gelatin. Tidak semua gelatin halal. Bila berasal dari lemak tumbuhan-tumbuhan, tidak akan jadi masalah. Yang perlu dicurigai adalah gelatin yang terbuat dari lemak hewani, karena kebanyakan bahan bakunya berasal dari lemak babi.
Jika pembahasan tepung terigu dilanjutkan sampai pada proses pembuatan roti atau kue, akan ditemukan banyak unsur bahan tambahan pangan yang mengundang kekhawatiran umat Islam. Berikut contoh bahan pengaya tepung terigu yang kerap dipakai untuk membuat roti atau kue.
Bahan Pengembang
Diperlukan untuk mengembangkan adonan dan membesarkan volume kue. Jenis yang sering digunakan adalah baking soda. Dibuat secara sintetis dari bahan kimia bernama sodium bikarbonat dan statusnya halal. Jenis pengembang lain disebut baking powder, merupakan campuran baking soda dengan asam pengembang. Nah, asam pengembang ini mengandung unsure cream of tartar. Gunanya mengatur rasa dan mengeluarkan karbon dioksida dari dalam adonan agar dihasilkan volume roti yang baik. Sayangnya kehalalan cream of tartar dipertanyakan karena terbuat dari hasil sampingan industri minuman beralkohol yang kemudian direaksikan dengan garam potasium.
Mentega Putih
Disebut juga shorthening, berfungsi untuk menjadikan produk kue bertekstur lembut dan renyah. Biasa digunakan dalam pembuatan pastry dan roti manis. Mentega putih terbuat dari lemak tumbuhan atau hewan, bahkan adakalanya campuran dari lemak hewani dan nabati. Bila mengandung unsur lemak hewani, status kehalalannya perlu dipertanyakan karena bisa jadi bersumber dari lemak babi.
Margarine
Awalnya margarine dibuat untuk menggantikan fungsi mentega. Margarine terbuat dari lemak nabat. Yang perlu dicermati adalah bahan tambahan penyertanya seperti, flavor, emulsifier dan pewarna yang seringkali diragukan kehalalannya.
Cocoa Powder
Pada dasarnya cocoa powder atau bubuk coklat tidak bermasalah dari segi kehalalan. Karena bahan baku utamanya adalah buah cacao yang diekstrak. Namun bubuk coklat yang sekarang ini beredar di pasaran ada yang ditambahkan dengan flavor coklat untuk memberikan rasa yang lebih tegas. Di sinilah letak kritis keharamannya, karena tidak sedikit bahan flavor mengandung unsur yang tidak halal.
Fakta Di balik Harga Murah
Bila Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam masih membiarkan diri terus-terusan ‘kecolongan’ banjir suplai terigu yang mengandung L-sistein berbahan baku unsur rambut manusia, Pemerintah Korea Selatan yang tidak mengenal konsep halal-haram justru melarang keras produk ini beredar di negaranya. Dasar pemikirannya adalah tinjauan kesehatan.
Bahwa memasukkan unsur organ tubuh manusia ke dalam bahan makanan merupakan tindakan kanibalisme yang dapat mendatangkan efek negatif bagi kesehatan manusia di belakang hari. Sebagai penganti L-sistein, digunakanlah improving agent yang terbuat dari unsur buah-buahan.
Kasus L-sistein pada terigu ini mengundang pertanyaan besar. Kalau ada bahan tambahan makanan yang aman dan dapat diterima masyarakat luas, mengapa produsen memilih bahan baku ‘kontroversi’ yang mendatangkan keresahan bagi konsumennya? Tidak bisa dipungkiri, ini adalah salah satu dampak lain dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan penerapan biotechnology (teknobiologi) dalam industri pangan.
Kemajuan ini memungkinkan para produsen mempunyai pilihan. Sebagai pihak yang selalu berpikir profit oriented, tentu yang dicari adalah bahan-bahan pendukung terwujudnya produktivitas dan kualitas produk yang tinggi dengan biaya produksi serendah mungkin, dengan harapan produk dapat dipasarkan dengan harga bersaing dan laba yang dapat didulang pun lebih banyak. Kenyataannya, di pasaran tepung terigu yang mengandung L-sistein rambut manusia dijual dengan harga lebih murah dari pada terigu buatan lokal yang terjamin kehalalannya.
Niat Baik Produsen
Semestinya masalah ini tidak bisa dipandang remeh sebagai suatu kealpaan belaka. Prof. FG Winarno, MSc, founder dan chairman PT M.Brio Food Tecnology Laboratory dan juga dosen pada Fakultas Teknobiologi Unika Atmajaya Jakarta mengatakan seharusnya jika suatu produk diarahkan pada pasar mayoritas muslim, seharusnya hal-hal ini sudah diperhatikan dan diantisipaisi sebelumnya.
Karena itu, Aisjah mengatakan cap label ‘halal’ dari MUI pada kemasan produk menjadi indikator yang sangat penting dalam memilih dan membeli produk bahan pangan. “Ini terkait dengan itikad baik produsen. Dalam membuat dan memasarkan produk ada etikanya. Dan mesti para produsen mematuhi itu,” kata Aisjah Girindra menguatkan.
Bagaimanapun, kita perlu mengakui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan banyak manfaat dan kemudahan bagi umat manusia. Namun, kita tetap perlu semakin teliti.

Dilema Pewarna Makanan

Artikel tentang pewarna, ku ambil dr halalguide (semoga bermanfaat)

May 25th, 2009
bottle_and_glass_of_incaPenggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional bisa mengganggu kesehatan. Pewarna alami lebih aman asal bahan pendukungnya adalah bahan halal. Dalam sehari, pernahkan Anda mengitung berapa jenis makanan yang dikonsumsi anak kita? Permen, jeli, kue lapis, bahkan minuman warna warni mungkin adalah makanan favorit mereka. Harganya yang tak sampai Rp 5 ribu rupiah menjadi daya tarik tersendiri. Siapa dari mereka yang akan berpikir “jahat”-nya pewarna dalam makanan tersebut.

Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna oranye, rasa stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa leci dengan warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan warna hijau, dan seterusnya.
Secara umum bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya. Kadang-kadang pengusaha yang nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan.
Misalnya saja penggunaan rhodamin B yang sering digunakan untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup. Penggunaan pewarna jenis ini tentu saja dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya.
Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek. Beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang bahkan telah melarang penggunaan pewarna sintetis tersebut. Misalnya saja pewarna tartrazine, telah mulai ditinggalkan oleh negara tertentu. Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten.
Mengapa pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan? Pertama adalah masalah harga. Pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Masalah ini tentu saja sangat diperhatikan oleh produsen, mengingat daya beli masyarakat Indonesia yang masih cukup rendah.
Faktor kedua adalah stabilitas. Pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar manakala mengalami proses penggorengan.
Pewarna alami sebenarnya tidak bebas dari masalah. Dari segi kehalalan, pewarna jenis ini justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi. Sebagaimana dijelaskan, pewarna natural ini tidak stabil selama penyimpanan. Untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, maka sering digunakan bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya dan kondisi lingkungan lainnya. Nah, bahan pelapis yang sering digunakan adalah gelatin, yang berasal dari hewan. Tentu saja gelatin ini perlu dilihat, apakah berasal dari hewan halal atau tidak.
Salah satu contoh pewarna alami yang digunakan dalam pengolahan pangan adalah xanthaxanthine. Bahan pewarna yang memberikan warna merah ini diekstrak dari sejenis tanaman. Untuk membuat pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis (coating) melalui sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri daging dan ikan kaleng (ikan sardin).
Di satu sisi penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alamipun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau shubhat. Lalu bagaimana sikap kita menghadapi dilema tersebut?
Pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena ia adalah bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Namun harus diingat bahwa penggunaan bahan tambahan atau bahan penolong semisal pelapis pada pewarna tersebut harus dipilih dari bahan-bahan yang halal. Kalau harus menggunakan gelatin sebaiknya dengan gelatin yang halal. Bisa juga digunakan bahan lain, seperti maltodekstrin atau karagenan yang lebih aman dari segi kehalalan.
Jika masalah harga masih menjadi kendala, maka penggunaan bahan pewarna sintetis boleh-boleh saja. Namun harus jenis pewarna yang untuk makanan (food grade) dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan.
Bagi konsumen, perlu juga mengetahui ciri-ciri pewarna yang tidak baik. Pertama, carilah makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok. Misalnya, hindari makanan dengan warna merah, kuning dan hijau yang terlihat `ngejreng’. Tidak menutup kemungkinan warna yang terlalu mencolok tersebut berasal dari bahan pewarna non food grade, seperti pewarna teksil yang berbahaya bagi kesehatan. Sedangkan untuk melihat pewarna yang halal dan yang tidak, secara kasat mata memang agak sulit. Oleh karena itu lebih mudah memilih makanan dan minuman yang telah bersertifikat halal. ( tim lppom mui )

Tentang Kehalalan Coklat

 Ini ada Artikel tentang coklat, kuambil dari web halal guide



batang-cokelatCoklat hadir dalam beragam bentuk, permen, kue, coklat batangan, atau es krim. Semuanya sama-sama enak bagi penikmatnya. Dan, alasan orang untuk menikmatinya juga beragam. Ada yang percaya pada khasiat coklat yang ‘mengasisteni’ kerja syaraf otak, menjaga kebugaran, atau bahkan diet.
Coklat diet kebanyakan penikmatnya adalah kaum wanita. Namun, haati-hati dengan coklat diet yang mengandung bahan fruktosa. Alih-alih tambah langsing, coklat ini malah mendorong naiknya timbangan. Fruktosa ini masih bisa dicerna energi. Dan yang penting fruktosa tak dapat digunakan untuk diet. Biasanya, untuk kepentingan diet, digunakan pemanis buatan semacam aspartam. Selain itu , ia juga menyatakan bahwa tak jarang coklat mengandung emulsifer, berupa lesitin. Lesitin komersial pada umumnya berasal dari tumbuhan. Paling banyak lesitin berasal dari kedelai, ada juga dari biji bunga matahari serta jagung. Lesitin yang berasal dari tumbuhan ini disebut lesitin saja.

Ada pula lesitin soya kalau lesitin itu berasal dari kedelai. Dalam pembuatannya, melibatkan proses ekstraksi yang bertujuan untuk memperoleh minyak, baik secara fisik (pressing) maupun menggunakan solven organik. Hasil akhirnya adalah minyak kasar. Lalu minyak kasar ini dimurnikan yang melibatkan sejumlah proses di dalamnya. Salah satunya adalah proses yang disebut dengan degumming. Dari proses inilah lesitin kasar didapatkan. ”Dengan demikian sebenarnya lesitin bisa merupakan hasil samping dari industri minyak makan,” kata Anton Apriyantono, auditor LP POM MUI. Ia menambahkan lesitin kasar ini kemudian melalui beberap proses lagi untuk mendapatkan lesitin standar. Yaitu melalui proses standarisasi, pemurnian, pemilihan, dan blending. Perlakuan lesitin ternyata juga tak sampai disini. Lesitin standar yang telah ada, dimodifikasi secara kimia dan secara enzimitas (hidrolisis).
Salah saatu enzim yang digunakan secara komersial dalam jumlah besar adalah enzim fosfolipase A2. Menurut Anton, enzim ini berasal dari pankreas babi. Langkah kedua dilakukan fraksinasi. Untuk melakukan hal itu biasanya digunakan aseton atau etanol. Kemudian dilakukan pemcampuran bisa dilakukan dengan lemak maupun minyak. Oleh karenanya, jelas Anton, masyarakat memang harus memilih coklat yang telah jelas kehalalannya. Artinya, membeli produk coklat yang telah mendapatkan sertifikat halal. Pasalnya, masyarakat tak akan mampu memeriksa sendiri kehalalan suatu produk pangan. Sebuah lembaga yang berwenanglah yang mampu untuk melakukan hal itu. ”Langkah bijak adalah dengan memilih produk yang telah bersertifikat halal,” tandas Anton Apriyantono.

Sumber: Republika 18 Juni 2004

Martabak Manis




Bahan:
300gr terigu protein sedang
4 kuning telur
Gula pasir n garam secukupnya

1sdt soda kue
 1/2 sdt baking powder
70gr mentega cair
300ml susu cair (liat sikon ya, masukinnya sedikit2, sampai kekentalannya cukuplah)

 Isi: bebas ya (bisa meisis, coklat serut, keju dsb)

Cara Membuat:
1. terigu+gula+garam+soda kue+baking powder diaduk
 2. di tempat lain, kocok telur sampai rata, masukkan ke adonan 1, bersamaan dg susu cair
3. aduk sampai tercampur rata dan klo perlu diublek terus biar byk rongga udaranya
4. masukkan mentega cair, diamkan kira2 15 menit aja
5. panaskan loyang martabak manis, setelah panas, kecilkan api, masukkan adonan secukupnya, jika sudah ada lubang2 udara, boleh ditutup, masak sampai matang.
 6. angkat, siap deh ditaburi topping.

(Gambar di atas, martabak manis coklat, adonan ditambah coklat bubuk (dengan mengurangi ukuran terigu sesuai dengan ukuran coklat bubuk yaa.))

Selasa, 25 Januari 2011

My First Cupcake



Ini adalah resep dasar cupcake, kuambil dari blog icip2didapur, sedikit tak modifikasi.. Hasilnya lumayanlah..





Bahan A.
100 gram butter
200 gram margarin
250 gram gula halus
1 sdm susu kental manis

Bahan B. (campur dan aduk rata)
6 btr telur
50 gr fresh cream (kalo gak ada, pake susu Ultra plain aja)
1 sdt vanili

Bahan C. (campur & ayak)
300 gram tepung terigu rendah protein (cap Kunci Biru)
1/2 sdt Baking Powder

Cara membuatnya :

Panaskan oven. siapkan papper cup dan masukkan pada loyang muffin (aq pake yang ukuran sedang)
Kocok bahan A dengan mixer dg low speed aja... gak usah lama2, asal kecampur aja.
Trus masukkan bahan B bergantian dengan bahan C, sambil tetap dikocok dg low speed sampai tercampur rata.
*mohon diingat ngocoknya gak usah lama2 yaa*
Tuang adonan pada papper cup, masing2 2/3 bagian saja.
Panggang dalam oven sampai permukaannya berwarna kuning keemasan
Angkat dan pindahkan keatas wire rack dan biarkan dingin.
Siap dinikmati atau monggo dihias sesuai selera (bisa pake fondant atau butter cream atau yang lainnya..

Kalau mau rasa coklat (seperti gambar diatas), kurangi terigunya, tambah coklat bubuk..
Selamat mencoba.. Semoga sukses..

Bakpau





Salah satu jenis roti-rotian yang proses pematangannya dengan dikukus adalah Bakpaow. Ini adalah resep adonan dough-nya, sedangkan untuk isi Anda boleh menggunakan isi kacang hijau, ayam, kacang merah atau lainnya. Mau isi coklat juga nggak ada yang melarang...:) Ini resep aq ambil dari NCC n sdh tak praktekin lho.. Alhamdulillah uenakkk e puoll
Bahan A:
400 gr    tepung terigu protein rendah
100 gr    tepung Tang Mien
11 gr      ragi instan
25 gr      susu bubuk
100 gr    gula halus
5 gr       Baking Powder

Bahan B:
275 cc    air dingin

Bahan C :
70 gr     mentega putih
5 gr       garam halus


Cara membuat:
  1. Campur bahan A, aduk rata. Tuangi Bahan B, uleni hingga bergumpal-gumpal. Beri bahan C, uleni terus hingga kalis elastis.
  2. Timbang adonan 30gr, bulatkan hingga licin. Istirahatkan selama 30 menit.
  3. Tipiskan adonan, beri bahan isi, bulatkan atau bentuk sesuai selera. Istirahatkan lagi selama lk. 20 menit hingga mengembang ringan.
  4. Kukus Bakpaow  20 menit hingga matang.

My First Cupcake