Ini ada Artikel tentang coklat, kuambil dari web halal guide
Coklat hadir dalam beragam bentuk, permen, kue, coklat batangan, atau es krim. Semuanya sama-sama enak bagi penikmatnya. Dan, alasan orang untuk menikmatinya juga beragam. Ada yang percaya pada khasiat coklat yang ‘mengasisteni’ kerja syaraf otak, menjaga kebugaran, atau bahkan diet.
Coklat diet kebanyakan penikmatnya adalah kaum wanita. Namun, haati-hati dengan coklat diet yang mengandung bahan fruktosa. Alih-alih tambah langsing, coklat ini malah mendorong naiknya timbangan. Fruktosa ini masih bisa dicerna energi. Dan yang penting fruktosa tak dapat digunakan untuk diet. Biasanya, untuk kepentingan diet, digunakan pemanis buatan semacam aspartam. Selain itu , ia juga menyatakan bahwa tak jarang coklat mengandung emulsifer, berupa lesitin. Lesitin komersial pada umumnya berasal dari tumbuhan. Paling banyak lesitin berasal dari kedelai, ada juga dari biji bunga matahari serta jagung. Lesitin yang berasal dari tumbuhan ini disebut lesitin saja.
Ada pula lesitin soya kalau lesitin itu berasal dari kedelai. Dalam pembuatannya, melibatkan proses ekstraksi yang bertujuan untuk memperoleh minyak, baik secara fisik (pressing) maupun menggunakan solven organik. Hasil akhirnya adalah minyak kasar. Lalu minyak kasar ini dimurnikan yang melibatkan sejumlah proses di dalamnya. Salah satunya adalah proses yang disebut dengan degumming. Dari proses inilah lesitin kasar didapatkan. ”Dengan demikian sebenarnya lesitin bisa merupakan hasil samping dari industri minyak makan,” kata Anton Apriyantono, auditor LP POM MUI. Ia menambahkan lesitin kasar ini kemudian melalui beberap proses lagi untuk mendapatkan lesitin standar. Yaitu melalui proses standarisasi, pemurnian, pemilihan, dan blending. Perlakuan lesitin ternyata juga tak sampai disini. Lesitin standar yang telah ada, dimodifikasi secara kimia dan secara enzimitas (hidrolisis).
Salah saatu enzim yang digunakan secara komersial dalam jumlah besar adalah enzim fosfolipase A2. Menurut Anton, enzim ini berasal dari pankreas babi. Langkah kedua dilakukan fraksinasi. Untuk melakukan hal itu biasanya digunakan aseton atau etanol. Kemudian dilakukan pemcampuran bisa dilakukan dengan lemak maupun minyak. Oleh karenanya, jelas Anton, masyarakat memang harus memilih coklat yang telah jelas kehalalannya. Artinya, membeli produk coklat yang telah mendapatkan sertifikat halal. Pasalnya, masyarakat tak akan mampu memeriksa sendiri kehalalan suatu produk pangan. Sebuah lembaga yang berwenanglah yang mampu untuk melakukan hal itu. ”Langkah bijak adalah dengan memilih produk yang telah bersertifikat halal,” tandas Anton Apriyantono.
Sumber: Republika 18 Juni 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar